TRIBUN-SULBAR.COM –
Di belakang kepopulerannya berkat gaya kepemimpinannya, Gubernur Jawa Barat, Dedy Mulyadi, saat ini sedang menghadapi sejumlah kritikan pedas.
Gubernur ‘Konten’ Dedy Mulyadi menerima berbagai kritikan pedas akibat keputusannya yang dianggap kontroversial.
Satu aturan yang menuai kritikan berfokus pada pengiriman murid-murid bandel ke asrama tentara guna mendapatkan pendampingan.
Selanjutnya, sang mantan Bupati Purwakarta baru-baru ini mengumumkan ide kebijakan yang mewajibkan laki-laki untuk melakukan vasektomi sebagai persyaratan mendapatkan bantuan.
Dedi menyebut bahwa laki-laki yang bersedia melakukan vasektomi akan mendapatkan insentif senilai Rp 500 ribu.
Berikut adalah sejumlah kebijakan yang menjadi perdebatan terkait dengan Dedy Mulyadi:
1. Kirim Murid yang Bandel ke Asrama Militer
Satu kebijakan terkenal dari Dedy Mulyadi ialah pengambilan keputusan untuk memindahkan para murid yang dinilai memiliki masalah atau “bandel” ke asrama militer.
Kebijakan tersebut ditujukan untuk meningkatkan pendidikan disiplin dan pembentukannya karakter dengan cara yang lebih kuat.
Namun, kebijakan tersebut mengundang berbagai tanggapan dari masyarakat.
Bukan seluruh penduduk setuju dengan tindakan tersebut.
Cara Dedi tersebut dinilai sebagai pendekatan represif dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan humanis.
Meskipun demikian, sebagian orang mendukungnya berharap agar bisa memberi dampak pencegahan dan memperbaiki karakter siswa menjadi lebih positif.
Dedi menyebut tindakan tersebut merupakan usaha akhir setelah beberapa kali mencoba pendekatan meyakinkan di sekolah tanpa berhasil.
Dia mengutamakan pendidikan di asrama militer harus dilaksanakan dengan cara yang terstruktur.
Kebidjaksanaannya adalah mengenalkan prinsip-prinsip disiplin, kebertanggungan, serta kasih sayang terhadap negeri.
2. Kontroversial KB Vasektomi
Belakangan ini, nama Dedy Mulyadi lagi-lagi jadi pembicaraan yang panas.
Karena, Dedi menyampaikan pernyataan mengenai program keluarga berencana, khususnya vasektomi.
Dedi bahkan menyebutkan bahwa vasektomi pada pria akan menjadi ketentuan wajib bagi kelompok kurang mampu agar bisa mendapat dukungan finansial.
Hal itu disampaikan usai rakor di Gedung Balai Kota Demo pada Selasa 29 April lalu.
Banyak yang mengkritisi, usulan kebijakan oleh Dedi telah menyulut beragam penilaian negatif dari berbagai kelompok masyarakat.
Aktivis perempuan dan pemerhati kesehatan reproduksi menilai pernyataan tersebut dapat menimbulkan stigma negatif terhadap pria yang memilih vasektomi sebagai metode kontrasepsi.
Selain itu, pernyataan tersebut dianggap tidak menghargai hak individu dalam menentukan pilihan terkait kesehatan reproduksinya.
3. Larangan Study Tour
Kebijakan yang dibuat oleh Dedi Mulyadi mengenai pembatasan kunjungan studi wisata untuk siswa di Jawa Barat mendapat berbagai macam kritikan.
Utamanya dari kalangan Gen Z
Dedi mengatakan bahwa program Study Tour di sekolah memberatkan beban orangtua murid.
Terlebih lagi untuk orang-orang yang berasal dari keluarga berpenghasilan menengah ke bawah.
Menurut Dedi, biaya yang dihabiskan untuk study tour tidak sebanding dengan manfaat pendidikan yang didapatkan para pelajar.
Dia meminta sekolah agar fokus saja ke kegiatan pendidikan yang lebih esensial, bermanfaat bagi peningkatan pengetahuan siswa.
(*)