Dikaitkan dengan Ulang Tahun Ki Hajar Dewantara: Menjelajahi Sejarah Hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei

Dikaitkan dengan Ulang Tahun Ki Hajar Dewantara: Menjelajahi Sejarah Hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei


Peristiwa Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei tidak terpisahkan dari peran Ki Hajar Dewantara, sang pencipta Taman Siswa, yang giat menentang hukum kolonial Belanda berupa Peraturan Ordonansi tentang Penyelenggaraan Pengajaran di Luar Aturan Resmi. Hal ini mencerminkan usaha kerasnya untuk menghadapi kebijakan pendidikan diskriminatif tersebut.




bergabung dengan WhatsApp Channel, ikuti dan terima informasi terkini kami disini




Online.com –

Pada setiap tanggal 2 Mei, masyarakat Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional. penetapannya dicatatkan melalui Keputusan Presiden Nomor 316/1959.

Berikut ini adalah ringkasan sejarah dari Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei, yang diperingati bersamaan dengan hari lahirnya Ki Hajar Dewantara alias Soewardi Soerjaningrat.

Dengan semangat Ki Hajar Dewantara, perayaan Hari Pendidikan Nasional sebenarnya bertujuan untuk mengenali kembali betapa vitalnya pendidikan dalam menciptakan kemajuan suatu negara. Mari kita ingat bahwa kemerdekaan Indonesia memiliki hutang yang sangat besar kepada kelompok orang-orang berpendidikan.


Sejarah Hari Pendidikan Nasional

Pengesahan Hari Pendidikan Nasional yang juga disebut sebagai Hardiknas dicantumkan dalam Keputusan Presiden Nomor 316/1959 seperti dikemukakan oleh Suhartono Wiryopranoto, dkk., pada bukunya.
Perjuangan Ki Hajar Dewantara: Dari Dunia Politik Menuju Pendidikan (2017)
.

Pengaturan Hari Pendidikan Nasional tersebut terjadi tidak lama setelah wafatnya tokoh pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, yang jatuh pada tanggal 26 April 1959. Sedangkan tanggal untuk memperingati Hardiknas ini dipilih berdasarkan hari kelahiran Ki Hajar Dewantara, yakni 2 Mei 1889.

Ki Hajar, yang bernama asli Soewardi Soerjaningrat, merupakan seorang keturunan Jawa terpandang. Ia lahir dalam keluarga bangsawan Pura Pakualaman. Meskipun begitu, ia memilih gaya hidup sederhana dan lebih menyukai kedekatan dengan masyarakat umum.

Sejak masih muda, Ki Hajar telah berkiprah di bidang aktivisme sejak awal abad ke-20. Ia turut serta mendirikan Indische Partai (IP) pada tahun 1912 bersama teman sekawannya yaitu Ernest Douwes Dekker dan juga Cipto Mangunkusumo.

Melalui IP, Ki Hajar mengumandangkan hasrat kemerdekaan Indonesia. Kritikan Soewardi Soerjaningrat terhadap kolonialisme Belanda sangat tajam. Bukti nyata hal tersebut dapat dilihat dalam tulisannya yang berjudul “Als Ik Een Nederlander Was” (Seandainya Aku Seorang Belanda). Akibat pandangannya itu, ia pun dikirim pengasingan ke Belanda.

Pada tanggal 6 September 1919, Soewardi Soerjoningrat akhirnya pulang ke tanah air. Ia menyalurkan semangat perjuangannya untuk kemerdekaan Indonesia dalam sektor pendidikan. Di tahun 1922, ia mendirikan Perguruan Taman Siswa di Yogyakarta dan setelah itu dia memutuskan merubah nama dirinya menjadi Ki Hajar Dewantara.

Taman Siswa didirikan sebagai lembaga pendidikan yang menantang dominasi sistem pendidikan kolonial. Ini juga memberikan pilihan kepada pelajar asli bangsa untuk tidak terbatas pada jalur pendidikan Eropa saja.

Terdiri dari tiga pedoman utama bagi Taman Siswa, yaitu Ing ngarso sung tulodo (memberikan contoh di hadapan), Ing madyo mangun karso (membentuk semangat saat berada di tengah), dan Tut wuri handayani (menyediakan dukungan dari belakang).

Taman Siswa dinilai sebagai ancaman oleh pemerintah kolonial. Belanda merespons dengan mengimplementasikan peraturan “Orodonansi Sekolah Liar”, yang bertujuan membungkam lembaga pendidikan swasta. Meski demikian, Ki Hadjar Dewantara berhasil mendapatkan dukungan luas dari beragam kelompok dalam upaya melawan kebijakan tersebut.


Melawan Ordonansi Sekolah Liar

Secara singkat tentang Ordonansi Sekolah Liar, dalam Bahasa Belanda disebut Wilde Schoolen Ordonantie, merupakan suatu sistem pendidikan yang dirancang oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda antara tahun 1932 dan 1933 dengan tujuan mengatur sekolah-sekolah yang tidak tunduk pada aturan.

Berkenaan dengan kebijakan tersebut, semuanya bermula ketika pemerintahan kolonis merasakan kesulitan dalam mendanai semua sekolah yang tersedia pada masa itu. Pada akhirnya, pihak pemerintah mengecilkan jumlah sekolah dan hal ini menyebabkan sejumlah besar anak dari kalangan Hindia Belanda harus meninggalkan pendidikan mereka.

Keadaan tersebut kemudian melahirkan berbagai lembaga pendidikan swasta, seperti Taman Siswa yang dibentuk oleh Ki Hajar Dewantara di tahun 1922. Akibat bertambahnya jumlah institusi pendidikan bukan milik pemerintah, Belanda pun merespons dengan mengimplementasikan peraturan bernama Wilde Schoolen Ordonantie guna mengekang perkembangan sekolah-sekolah tersebut.

Beberapa aturan Kode Etik Sekolah Terlantar perlu ditolak, seperti pemisahan sistem pendidikan antara anak-anak Belanda dan pribumi serta paksaan agar seluruh sekolah menerapkan kurikulum ala Belanda.

Secara umum, Ordonansi School Act mengharuskan semua sekolah swasta atau independen untuk mendapatkan izin dari pemerintah kolonial Hindia-Belanda. Namun pada praktiknya, prosedurnya sangat rumit dan sulit. Ada beberapa aspek yang perlu dilengkapi permohonan izin berdasarkan UU Tentang Sekolah Liar tersebut, seperti:

– Guru atau kepala sekolah yang bertanggung jawab atas pengajaran perlu mendapatkan persetujuan dari Hoofd van Gewestelijk Bestuur (Kepala Pemerintahan Daerah).

– Saat akan mendirikan sebuah sekolah baru, perlu mengajukan permohonan persetujuan terlebih dahulu ke Hoofd van Gewestelijk Bestuur.

Menurut laporan dari Kompas.com, Ordonansi Sekolah Liar sebenarnya hanya digunakan oleh Belanda sebagai cara untuk menghentikan perkembangan pesat sekolah swasta seperti Taman Siswa. Sikap licik pihak berwenang Belanda tersebut menjadi jelas ketika aturan diberlakukan secara tiba-tiba pada tanggal 1 Oktober 1932.

Sebenarnya, Taman Siswa sudah didirikan sejak tanggal 3 Juli 1922. Aturan itu belum di bahas ketika Kongres Taman Siswa digelar. Ki Hajar Dewantara kemudian memilih untuk bertindak tegas dengan menentang pelaksanaan Undang-Undang Sekolah Liar.

Pihak berwenang Belanda kemudian merespons tindakan pemberontakan itu dengan mencabut serta membekukan Paksa Taman Siswa. Mereka beralasan bahwa lembaga pendidikan ini dianggap sebagai sekolah tak resmi yang bertentangan dengan hukum sebab belum mendapatkan persetujuan formal. Sejumlah pengajar yang tetap bersikeras untuk mengadakan pelajaran diberhentikan tanpa tanggungan kewajiban, sementara beberapa lainnya malahan ditahan dikarenakan dinilai melakukan protes publik.

Perlawanan juga dijalankan oleh Wanita Taman Siswa. Anggota kelompok ini turut mendukung pertahanan dari belakang melalui beragam metode, yakni seperti berikut:

– Apabila terdapat seorang guru yang diliburkan, Wanita Taman Siswa akan maju untuk mengambil alih pengajaran di hadapan kelas.

– Apabila tenaga pengganti dari Wanita Taman Siswa ditepaskan pula, gilirannya akan diambil alih oleh anggota yang lain.

– Apabila ada guru yang tertangkap lantaran melawan secara terbuka, Wanita Taman Siswa akan mengambil alih posisi sebagai relawan sejajar dengan para relawan dari Taman Siswa.

– Ketika sekolah-sekolah Taman Siswa di tutup secara paksa dan digembok, para pendiri wanita Taman Siswa justru datang ke rumah-rumah siswa untuk melanjutkan pengajaran mereka.

Pertempuran menentang kolonial dimulai dengan penuh semangat. Para wanita dari organisasi Taman Siswa terus-menerus menjaga serta mengerahkan segala upaya untuk melestarikan Taman Siswa tanpa pernah merasa letih.

Resistensi dalam mendukung Taman Siswa berdatangan bertubi-tubi, sebab juga menerima dukungan dari beberapa organisasi gerakan lainnya. Upaya yang dilakukan ternyata membuahkan hasil dengan baik.

Pemerintah Belanda akhirnya mengalah dan membatalkan pelaksanaan Undang-Undang Sekolah Liar tahun 1933. Penghapusan aturan tersebut sangat berarti karena ini merupakan kali pertama pemerintahan Belanda mencabut peraturan yang sudah mereka tetapkan semenjak menduduki Indonesia di awal abad ke-17.

Selama era kemerdekaan, Ki Hadjar Dewantara diangkat menjadi Menteri Pendidikan Pertama Republik Indonesia dari tanggal 19 Agustus 1945 hingga 14 November 1945.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Shopping Cart