Jepang Akan GRATISKAN Biaya Bersalin Sejak 2026 demi Meningkatkan Tingkat Kelahiran di Indonesia

Jepang Akan GRATISKAN Biaya Bersalin Sejak 2026 demi Meningkatkan Tingkat Kelahiran di Indonesia

 

,


Jakarta

– Pemerintah Jepang sedang mempersiapkan diri untuk menerapkan kebijakan tanpa biaya untuk persalinan standar sejak bulan April tahun 2026. Ini merupakan usaha nyata mereka dalam menangani masalah demografis yang disebabkan oleh penurunan laju kelahiran.

angka kelahiran

.

Dikutip dari

Independent

Langkah ini mengikuti saran dari tim pakar yang mencatat bahwa beban biaya persalinan merupakan hambatan utama bagi pasangan pemula dalam mempunyai anak.

Sampai saat ini, biaya kelahiran biasa di Jepang belum dilindungi oleh asuransi kesehatan nasional, terkecuali jika melibatkan prosedur bedah seperti Caesar. Pada gilirannya, pihak berwenang menyediakan tunjangan senilai ¥ 500.000 (kira-kira setara dengan Rp 53 juta). Akan tetapi, informasi mengisyaratkan bahwa pada 45% dari total insiden yang dianalisis mulai Mei 2023 sampai September 2024, jumlah tersebut kurang memadai untuk membayar seluruh beban pengeluaran bersalin yang sesungguhnya.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Jepang, biaya persalinan ratarata di awal tahun 2024 sebesar ¥ 518.000, naik signifikan dibandingkan dengan ¥ 417.000 pada tahun 2012. Variasi besar dalam harga tersebut disebabkan perbedaan daerah dan kebijakan setiap rumah sakit mengenai tarif mereka sendiri.

Para pakar panel mensaranakan pendirian suatu sistem nasional yang mengatur tarif tunggal untuk proses bersalin, dan memastikan bahwa biaya tersebut sepenuhnya dicover oleh jaminan kesehatan mulai tahun anggaran 2026. Usulan ini bertujuan agar kelahiran menjadi layanan perawatan kesehatan esensial yang bisa dijangkau setiap individu tanpa khawatir tentang biayanya.


Subsidi Sebagai Usaha Memperbesar Angka Kelahiran

Proses membuat persalinan gratis sebagai elemen dalam rangkaian kebijakan tentang keluarga dan anak-anak, telah diterapkan oleh pemerintah Jepang mulai tahun 2023. Di samping itu, mereka juga meningkatkan layanan tempat penyimpanan anak, memberikan bantuan perumahan, serta merilis aplikasi pencocokan pasangan secara resmi guna mendukung perkawinan dan kelahiran bayi.

Namun, para analis menganggap bahwa kebijakan yang didasarkan pada subsidi tersebut masih belum memadai.

Artikel yang terbit di

Asia Times

Pada bulan Februari 2025 disebutkan bahwa masalah kelahiran yang terjadi di Jepang tidak hanya merupakan sebuah tantangan demografi, melainkan juga suatu kegagalan dalam bidang kepemimpinan politik.

Sejauh ini, para pengambil keputusan percaya bahwa insentif moneter sudah mencukupi. Namun faktanya, beban ekonomi, struktur kerja yang rigid, serta pergeseran norma sosial memiliki dampak yang lebih besar.

Di luar subsidi, berbagai pihak menuntut perombakan total termasuk penyempurnaan etos kerja, meningkatkan waktu cuti bagi orangtua, memberikan dukungan dalam bidang pendidikan dan perumahan, serta menerapkan aturan imigrasi yang lebih fleksibel.


Rencana Rendahnya Angka Kehamilan di Jepang

Dilansir dari

The Japan Times

Pada tahun 2024, Jepang melaporkan adanya 720.988 kelahiran, yang merupakan jumlah terrendah dalam sejarah selama 125 tahun terakhir. Hal ini menandai periode sembilan tahun berturut-turut mengalami penurunan tingkat kelahiran. Kondisi tersebut mendapat banyak perhatian, pasalnya lebih dari tiga puluh persen populasi negara ini kini berumur di atas enam puluh lima tahun.

Krisis ini secara langsung mempengaruhi pasokan tenaga kerja, dasar pendapatan untuk pajak, serta kelangsungan sistem jaminan sosial. Jepang dihadapkan dengan kesulitan besar dalam mendanai pensiun dan pelayanan kesehatan untuk populasi lanjut usia sementara jumlah pekerja muda semakin menurun.

Apabila dibiarkan terus menerus, kondisi tersebut dapat mengakibatkan kemacetan dalam sistem ekonomi, penurunan tingkat kompetitif sektor industri, dan mengecilnya peranan Jepang di kancah global. Karenanya, memberikan pendanaan lengkap bagi biaya melahirkan dinilai sebagai tindakan awal yang signifikan; meski demikian, hal ini tidak menjadi satu-satunya jawaban atas masalah tersebut.

Untuk memastikan bahwa pemuda di Jepang merasa terlindungi dan termotivasi dalam mendirikan rumah tangga, diperlukan strategi komprehensif yang bersifat jangka panjang. Tanpanya, situasi kependudukan Jepang akan terus menghadapi ancaman krisis, termasuk dampaknya pada aspek-aspek demografik negara tersebut.
angka kelahiran
.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *